2.1 Pengertian Menulis
Tarigan,
(dalam Senet, 2009:10) menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif. Menulis merupakan kegiatan yang ekspresif karena
dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan gagasan, maksud, pikiran, atau
pesan yang dimilikinya kepada orang lain. Di samping itu, menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa yang memegang peranan penting di dalam proses
komunikasi yang efektif. Menulis, seperti halnya keterampilan berbicara,
merupakan salah satu keterampilan yang bersifat produktif. Artinya, menulis
merupakan kegiatan yang bersifat menghasilkan atau menulis merupakan kegiatan
yang aktif menghasilkan tulisan. Akhadiah, dkk. (1988:2) menyatakan bahwa
menulis adalah kemampuan kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan
keterampilan.
Dibandingkan
dengan ketiga keterampilan yang lain (menyimak, berbicara, dan membaca),
keterampilan menulis lebih sulit karena dalam menulis, di samping pengetahuan
tentang kosakata, perlu juga pengetahuan tentang ejaan, tanda baca, dan kalimat
efektif. Atau dengan kata lain, keterampilan menulis itu meliputi bagaimana
cara menuangkan pikiran dalam kalimat dengan menggunakan kata yang tepat serta
penulisan yang sesuai dengan ejaan. Selain itu, dalam kegiatan menulis dituntut
adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai topik yang ditulis dan bagaimana cara
yang baik dalam menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Semi (dalam Senet,
2009:11) menyatakan bahwa “Menulis itu merupakan salah satu keterampilan
berbahasa, merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bentuk bahasa
tulisan”. Pada hakikatnya, menulis sama dengan berbicara karena materi yang
digunakan sama, yaitu kata dan kalimat sehingga wajarlah dikatakan bahwa
menulis adalah upaya memindahkan bahasa lisan ke dalam wujud tertulis. Hanya
dalam kegiatan tulis-menulis diperlukan pengetahuan tentang ejaan dan tanda
baca.
2.2 Puisi
2.2.1
Pengertian Puisi
Puisi
berasal dari bahasa Yunani “poises”yang berarti penciptaan.
Lama-kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni sastra
yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan
irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan Tarigan (1984: 4). Kehadiran sebuah
puisi merupakan pernyataan seorang penyair. Pernyataan itu berisi pengalaman
batin penyair sebagai hasil proses kreatif terhadap objek seni. Objek seni ini
berupa masalah-masalah kehidupan dan alam sekitar manusia. Para ahli memberikan
definisi yang berbeda-beda terhadap puisi. Waluyo (dalam Senet, 2009:13)
menyatakan, bahwa puisi adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan mengonsentrasikan struktur
fisik dan struktur batinnya. Menurut Altenbernd (dalam Senet, 2009:13), puisi
adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama.
Wordsworth (dalam Senet, 2009:13) juga mendefinisikan puisi sebagai suatu
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direka-reka atau
diangan-angankan. Selain itu, Johnson (dalam Senet, 2009:14) mengatakan, bahwa
puisi merupakan luapan perasaan secara spontan yang penuh daya berpangkal pada
emosi, yang berpadu kembali dalam kedamaian. Dalam penelitian ini penulis
mengunakan pendapat Waluyo (dalam Senet, 2009:13) dalam penelitian ini pendapatnya
adalah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa
yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur bantinya. Puisi
memiliki tiga unsur pokok sebagaimana Pradopo, (1993: 7) menyatakan;
a)
hal yang
meliputi pemikiran, ide, atau emosi,
b)
bentuknya;
dan yang
c)
kesannya.
2.2.2 Tujuan Puisi
Sama
halnya dengan bentuk aktivitas bahasa sehari-hari, puisi bertujuan menyampaikan
informasi, namun dikemas dalam bentuknya yang padat dan terkonsentrasi, dan
pada saat yang sama mengungkap banyak dimensi lewat sejumlah kecil kata. Objek
yang dikomunikasikan sangat beragam mulai dari pengalaman pribadi penyair,
pengataman terhadap lingkungan, dan pesan moral, edukatif, religious, dan
filosofis. Kesalahan terbesar yang kita dengar adalah ketika seseorang
mengatakan puisi selalu bermuatan ajaran moral dan filosofis. Oleh sebab itu,
puisi sulit dipahami. Pandangan demikian itu tentu saja kita tolak, karena
realita jagad puisi menawarkan berbagai informasi.
Puisi menyadap kehidupan dengan berbagai
ragam maksud, yang bisa tereka dan terjangkau oleh indra manusia dan penyair.
Hidup merupakan fenomena riil, maupun imateriil dalam ranah pengalaman manusia.
Manusialah yang mengalami berbagai rasa dalam hidup. Keindahan, keanggungan,
dan moral filosofis adalah bagian dari apa yang dialami. Karena itu focus utama
puisi bukanlah keindahan dan ajaran
moral filosofis, namun pengalaman-pengalaan yang dikeas dalam bahasa yang multidimensional
2.2.3.
Penggunaan Bahasa dalam Berpuisi
Puisi
adalah sebuah genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan aspek kebahasaan
sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa puisi menurut Nurgiyantoro,
(2005:312) adalah bahasa yang “tersaring” penggunaannya. Artinya, pemilihan
bahasa itu, terutama aspek diksi, telah melewati seleksi ketat, dipertimbangkan
dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk, dan makna yang
kesemuanya harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh efek keindahan. Teew
dalam Hasanuddin, (2002: 80) mengatakan, membaca pusi (sajak) berarti bergulat
terus-menerus untuk merebut makna sajak yang disajikan oleh penyair. Sajak
sebagai hasil ciptaan seorang manusia dengan segala pengalaman suka dan
dukanya. Oleh karena itu untuk mengkongkretkan kristalisasi pengalaman yang
telah mengendap dibutuhkan bahasa tertentu yang merupakan bahasa pilihan.
Dengan menggunakan bahasa
pilihan, penyair memanfaatkan segala sesuatu yang memungkinkan di dalam proses
berbahasa. Bahkan Waluyo, ( 1987: 67) menyatakan bahwa bahasa puisi tidak sama
dengan bahasa prosa. Sering terjadi penyimpangan penggunaan bahasa berupa
leksikal, semantis, fonologis, morfologis, sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register, penyimpangan historis, dan penyimpangan grafologis.
Berdasarkan pembahasan puisi di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu puisi
menyampaikan gagasan tertentu kepada pembacanya, puisi memiliki wujud fisik
berupa kebahasaan, mekipun sebagai sistem tanda yang terikat oleh kode sastra
dan kode budaya, dengan unsur-unsur yang mendukung bahasa itu sendiri.
2.2.4. Struktur Fisik
Puisi
Struktur
fisik puisi dibangun oleh diksi, pencitraan, dan persajakan, sedangkan struktur
batin dibangun oleh pokok pikiran, tema, nada, suasana, dan amanat.
1.
Diksi (diction)
Diksi berarti pilihan kata
yang biasanya diusahakan oleh penyair secermat dan seteliti mungkin. Kata-kata
yang digunakan oleh penyair dalam puisinya tidaklah seluruhnya bergantung pada
makna denotatif, tetapi lebih cenderung bergantung pada makna konotatif. Nilai
konotatif inilah yang justru lebih banyak memberi efek bagi para penikmatnya.
Dengan demikian, kecakapan menggunakan kata-kata, penyair dapat membangkitkan
imajinasi pembacanya. Diksi merupakan hal yang esensial dalam struktur puisi
karena kata merupakan media ekspresi utama. Waluyo, (1991:73) menyatakan, bahwa
kata dalam puisi lebih bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna
yang lebih dari satu. Kata-kata dalam puisi dipilih dengan mempertimbangkan
berbagai aspek estetis dan juga puitis artinya mempunyai efek keindahan yang
berbeda dari kata-kata yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Maka
kata-kata yang dipilih penyair bersifat absolut dan tidak dapat diganti.
Apabila diganti akan mengganggu kompisisi dan daya magis dari puisi itu
sendiri. Setiap kata mempunyai beberapa fungsi, baik fungsi makna, fungsi
bunyi, maupun fungsi pengungkapan nilai estetika bentuk lainnya. Oleh karena
itu, diperlukan ketepatan pemilihan kata dan tidak hanya sekadar bagaimana
suatu makna diungkapkan, tetapi juga apakah kata yang dipilih benar-benar mampu
mengungkapkan suatu ekspresi yang melahirkan pesan-pesan tertentu tanpa
meninggalkan aspek estetisnya. Jadi, pemilihan kata di dalam puisi sangat
menentukan kualitas dan estetika sebuah puisi itu sendir, sebab diksi yang
tepat akan mampu melahirkan irama maupun bentuk puisi secara keseluruhan,
sehingga ketika puisi itu dibaca atau diperdengarkan akan mampu membuat pembaca
atau pendengarnya merasakan keindahannya. Namun, perlu diperhatikan bahwa pemilihan
kata harus didasarkan pada maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh penyair
supaya tidak menimbulkan interpretasi yang beragam, bahkan terbalik dari maksud
yang sebenarnya.
2.
Imajinasi (imageri)
Imajinasi adalah bayangan
atau khayalan yang timbul akibat kata - kata yang digunakan oleh penyair
sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan kemampuannya, melihat, mendengar
perasaan secara fantasi yang dilakukan oleh penyair dengan puisi-puisinya.
Pilihan kata dalam suatu puisi hendaknya dapat melakukan imajinasi tentang
suasana pada waktu itu (Waluyo, 1991: 97). Penyair ingin menyuguhkan pengalaman
baik yang pernah dialaminya kepada penikmat karyanya. Untuk memenuhi keinginan
tersebut dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat dalam karya mereka.
Pemilihan penggunaan kata-kata yang tepat dapat memperkuat serta memperjelas
daya-bayang pikiran manusia; dan energy tersebut dapat pula mendorong imajinasi
atau daya-bayang kita untuk menjelmakan gambaran yang nyata (Tarigan, 1984:30).
Dengan menarik perhatian pada beberapa perasaan jasmaniah, sang penyair
berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga mereka
menganggap bahwa merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa perasaan
jasmaniah tersebut. Dengan demikian, imajinasi penyair dapat menyatakan pembaca
bahwa apa yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya merupakan suatu realitas,
bahwa pembaca beranggapan seolah-olah merekalah yang mengalami peristiwa yang
dituangkan oleh penyair lewat puisinya.
3.
Kata-kata
Nyata (the concrete word)
Kata-kata nyata adalah
kata-kata yang digunakan penyair untuk melukiskan dan menyatakan sesuatu dengan
setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya sehingga meningkatkan imaji (daya
bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya adalah bahwa
kata-kata itu dapat mengarah kepada arti yang menyeluruh, seperti halnya
pengimajian. Kata yang diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan
kata-kata kiasan dan lambang-lambang. Apabila seorang penyair mahir dalam
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar,
atau merasa seperti apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca
akan terlibat penuh secara lahir dan batin ke dalam puisi tersebut (Waluyo,
1991: 81).
4.
Majas (figurative
language)
Untuk membangkitkan daya
imajinasi, penyair menggunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya
yaitu dengan memanfaatkan majas atau gaya bahasa. Penyair menggunakan bahasa
yang bersusunsusun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna. . Karena itulah penyair dalam hal ini menggunakan
berbagai macam gaya bahasa yang merupakan suatu kemampuan menggunakan kata-kata
yang indah sehingga menimbulkan daya tarik dan daya ungkapannya semakin
bertambah serta senantiasa dapat membangkitkan daya imajinasi. Bahasa figuratif
adalah bahasa yang digunakan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara
yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengunkapkan makna kata atau
bahasanya bermakna kias atau makna lambang (Waluyo, 1991: 83). Ada beberapa
majas, antara lain:
1)
Perbandingan
atau Simile
Perbandingan atau Simile adalah bahasa yang menyamakan sesuatu hal
dengan yang lain mempergunakan kata pembanding seperti: bagai, bak, seperti,
laksana, umpama, ibarat dan lain-lain (Hasanuddin, 2002: 134). Penggunaan
simile dalam puisi dapat dilihat pada puisi berikut:
PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan
sepenuh hati
Aku
masih tetap sendiri
Kutahu
kau bukan yang dulu lagi
Bak
kembang sari sudah terbagi ....
(Chairil
Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 19)
2)
Personifikasi
Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan
sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda
mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau di”personifikasi”kan. Hal ini
digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu (Waluyo,
1987: 85). Penggunaan majas personifikasi dapat dilihat pada puisi dibawah ini.
Hujan tengah malam
membimbingmu ke sebuah halte bis dan membarinkanmu di sana. Kau memang tak
pernah berumah, dan hujan itu kedengaran terengah batuk-batuk dan nampak
letih.(Sapardi Djoko Damono, Perahu Kertas dalam Hasanuddin, 2002: 136)
3)
Metafora
Becker dalam Pradopo (1993: 66) menyatakan bahwa metafora adalah
bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata
pembanding misalnya: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora itu
melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Dalam menciptakan metafora
penyair dipengaruhi oleh lingkungan, karena persepsi penulis terhadap gejala
alam dan gejala sosial tidak dapat lepas dari lingkungannya juga, misalnya
puisi di bawah ini:
.... Engkau adalah putri duyung tawananku.
Putri
duyung dengan
Suara
merdu lembut ....
(Rendra,
2004 : 15)
4)
Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa
perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian
yang lebih saksama dari pembaca (Waluyo, 1987: 85). 1943
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar.
Lawan banyaknya seratus kali Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati .............
(Chairil Anwar, 1943 Aku Ini Binatang Jalang : 5)
5.
Rima
(persajakan)
Rima adalah persamaan bunyi
atau pengulangan bunyi dalam satu baris, beberapa baris atau semua baris puisi
untuk menghadirkan unsur musikalitas puisi terutama pada saat dibacakan.
Melalui pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Dalam
mengulangi bunyi itu, penyair juga mempertimbangkan lambing bunyi. Rima sangat
erat hubungannya dengan arti rasa dan nada serta tujuan maupun amanatnya. Irama
merupakan tinggi rendahnya suara, panjang pendeknya suara, cepat lambatnya
suara pada waktu membaca atau mendeklamasikan puisi dan penggunaan rima
disesuaikan menurut tempat dan susunannya.
Dengan cara ini, pemilihan
bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana pada puisi. Persajakan yang sering
digunakan penyair meliputi: (1) asonamsi adalah persamaan bunyi vocal dalam
satu atau beberapa baris puisi, (2) aliterasi adalah penggunaan konsonan dalam
satu baris puisi, dan (3) rima mutlak atau sempurna adalah persamaan bunyi pada
beberapa baris puisi karena ada pengulangan pada salah satu atau beberapa kata
dalam bait puisi (Sarjana Putra. 2010:24).
2.2.5 STRUKTUR BATIN PUISI
Menurut I.A Richards sebagaimana yang
dikutip Herman J. Waluyo menyatakan batin puisi ada empat, yaitu : tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone),
amanat (intention) (Waluyo, 1991:180-181).
1.
Tema (sense)
Cuddon dan Cohen (dalam
Senet, 2009:30) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter
atau ide sentral yang dikemukakan oleh penyair dalam karya sastranya. Pokok
pikiran atau gagasan pokok itu dalam karya sastra dapat disampaikan secara
eksplisit atau langsung dan implicit atau tidak langsung. Tema yang
disampaikan secara implicit atau tidak langsung biasanya sulit
ditangkap. Tema sebuah puisi akan menjadi bagian yang paling utama
melatarbelakangi ide atau gagasan yang terdapat di dalam sebuah puisi. Pada
hakikatnya, sebelum menulis puisi terlebih dahulu penyair menentukan tema yang
dipilih sebagai materi mengenai puisi yang akan ditulis.
2.
Rasa (feeling)
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai dua orang atau
lebih menghadapi suatu masalah dengan sikap berbeda, demikian juga seorang
penyair. Ada penyair yang menaruh sikap simpatik, memuja, marah, rasa sedih,
dan berduka. Ambil sebagai contoh tuna karya, Si A mungkin menghadapinya
deongan sikap acuh tak acuh, sedangkan Si B dengan sikap kemanusiaan yang penuh
belas kasih. Jadi, rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan
atau persoalan yang terkandung dalam puisi.
3.
Nada dan
Suasana (tone)
Nada (tone) merupakan
sifat emosional penyair yang tergambarkan dalam karya sastra. Zaidan (dalam
Senet, 2009:32) menjelaskan bahwa nada (tone) itu adalah sikap mental
yang mencerminkan suasana hati pengarang yang tersirat dalam karyanya. Hal ini
mungkin berupa sikap romantik, ironis, misterius, gembira, tidak sabar, keras
hati, menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, mencemooh, memberontak, iri
hati, gemas, penasaran atau yang lainnya. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca
setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu
terhadap pembaca. Dapat disimpulkan bahwa nada dan suasana hati penyair akan
mempengaruhi puisi yang dihasilkannya. Jika suasana hati penyair sedang senang
maka cenderung puisi yang dihasilkan adalah puisi bernuansa gembira.
Sebaliknya, suasana hati penyair sedang sedih, ada kecenderungan puisi yang
diciptakannya adalah puisi yang bernuansa sedih pula.
4.
Amanat atau
Pesan (Massage)
Amanat (massage)
adalah maksud atau pesan yang disampaikan penyair atau pengarang berupa gagasan
kepada pembaca, pendengar, penonton, baik tersurat maupun tersirat yang
disampaikan penyair melalui karyanya, Zaidan (dalam Senet, 2009:32).
Penghayatan terhadap amanat (massage) sebuah puisi tidak secara
objektif, melainkan subjektif dan umum, artinya berdasarkan interpretasi atau
penafsiran pembaca. Pesan yang disampaikan oleh penyair di dalam puisi
cenderung bersifat implisit atau tersembunyi. Melalui tindakan
mengapresiasinya, pembaca atau penikmat puisi akan menemukan sendiri
pesan-pesan itu dibalik rangkaian kata-kata dalam sebuah puisi. Jadi amanat
adalah pesan dan kesan yang hendak disampaikan penyair kepada pembaca lewat
karya -karyanya berupa puisi.
2.3 Pengertian Kemampuan Menulis Puisi
Dalam
menciptakan dan menyatakan maksud gagasan dan perasaan dalam kegiatan menulis,
penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi (ilmu yang mempelajari tentang
aksara dan sistem penulisannya) dan kosakata yang digunakan Tarigan (dalam
Senet, 2009:12). Seperti halnya dalam menciptakan karya sastra, dalam hal ini
puisi, seorang pengarang akan menyampaikan gagasan atau ide yang tersimpan
dibenaknya kepada orang lain melalui bahasa sebagai medianya. Menulis puisi
biasanya dijadikan media untuk mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan
kesan terhadap suatu masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita. Puisi
merupakan karya sastra yang padat arti. Artinya, penyair mengungkapkan perasaan
dan pikirannya dengan kata-kata yang ringkas, namun tetap menunjukan adanya
unsur estetis ketika dibaca.
Kemampuan menulis puisi merupakan
kesanggupan dari seorang pengarang dengan kecakapan atau kekuatan imajinasinya
untuk mencurahkan pikirannya dan membutuhkan daya kreasi dari pengarangnnya
dalam menggunakan bahasa atau pilihan kata yang tepat sehingga menghasilkan
karya puisi yang mengandung nilai keindahan khususnya puisi.
2.4 Musik
Akustik
Musik
memiliki kekuatan untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kreativitas dan menyehatkan
tubuh. Musik (klasik) terbukti dapat meningkatkan fungsi otak dan intelektual
manusia secara optimal. Campbell kemudian mengambil contoh karya Mozart, Sonata
in D major K 488 yang diyakininya mempunyai efek stimulasi yang paling baik
bagi bayi.Sedangkan menurut Dra. Louise, M.M.Psi., psikolog sekaligus terapis
musik dari Present Education Program RSAB Harapan Kita, Jakarta,
sesungguhnya bukan hanya musik Mozart yang dapat digunakan. Semua musik
berirama tenang dan mengalun lembut memberi efek yang baik bagi janin, bayi dan
anak-anak. Lebih sering disebut efek Mozart sebab musik-musik gubahan
Mozart-lah yang pertama kali di teliti. Musik instrumental yang dihasilkan oleh
alat music akustik merupakan salah satu media audio yang tepat untuk digunakan
dalam pembelajaran puisi bebas. Khususnya bagi seseorang yang sulit untuk
menuangkan pikiran, ide, gagasan, dan perasaannya. Kekuatan yang dimiliki oleh
music dalam membangkitkan semangat belajar dan kreativitas otak kanan sangat
kuat sebagaimana yang diungkapkan Hanslick (dalam Heri W, 2005: 119) bahwa
tujuan musik adalah menggugah perasaan kita dan mengisi hati kita dengan
berbagai emosi, seperti cinta dan kegembiraan. Campbell (2001) dalam bukunya
Efek Mozart mengatakan music romantik (Schubert, Schuman, Chopin, dan
Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang dan simpati
Akustik merupakan cabang ilmu fisika
yang mempelajari mengenai music dan suara. Suara adalah sebuah fenomena turut
bergetarnya medium akibat getaran yang terjadi.
Ilmu Akustik memiliki beberapa cabang
diantaranya yaitu Musical acoustics (acoustics of musical instruments). Dalam
cabang ilmu akustik tersebut penggunaan alat-alat music akustik sangat
diperlukan. Alat music akustik merupakan alat music yang penguat bunyinya tanpa
memerlukan energy listrik. Alat-alat music akustik juga mampu menghasilkan music
yang menenangkan. Mampu membawa perasaan tenang dan nyaman.
2.5 Pendekatan Puisi dengan Akustik
Pendekatan yang
menekankan pada bagaimana hubungan teks sastra dengan ruang atau bunyi yang ada
pada diksi karya sastra tersebut. Beranjak dari sisi jelas bahwa pendekatan
akustik ini akan terus mengkaji karya sastra dengan menganalisis struktur bunyi
atau rimanya. Karena itu jenis karya yang sesuai pendekatan ini adalah puisi.
Langkah yang digunakan pada
pendekatan akustik adalah:
a. membuat jenis karya sastra yang berbentuk puisi
b. menentukan
struktur bunyi yang akan diapresiasi
c. menganalisis bentuk bunyi dan rima pada puisi
d. memahami dan menikmati puisi tersebut dengan pengkajian struktur bunyi
Contoh :
Hatiku
rindu bukan kepalang
Dendam
berahi berulang-ulang
Air mata
berencur selang-mengelang
Mengenangkan
adik kekasih abang
Diriku
lemah anggotaku layu
Rasakan cinta
bertalu-talu
Kalau begini
datangnya selalu
Tentulah
kakanda berpulang dahulu
Jika puisi diatas dianalisis berdasarkan jenis rimanya, maka puisi rimanya
adalah rima rangkai, karena kata-kata yang terdapat pada setiap larik merupakan
kata beruntun.
2.6 Hubungan
Menulis Puisi dengan Musik Akustik
Puisi dan musik
akustik merupakan suatu seni yang berbeda cara penyampaiannya. Seni puisi
disampaikan melalui kata-kata yang tersirat dan mengandung banyak makna,
sedangkan akustik merupakan bentuk seni yang disampaikan melalui musik sebagai
refleksi jiwa. Keduanya merupakan hasil seni yang luar biasa dan mampu
membangkitkan tingkat emosional seseorang.
Musik dapat
meningkatkan intelegensi yang disebabkan karena rangsangan ritmis mampu
meningkatkan fungsi kerja otak. Sudah kita ketahui bahwa bagian kanan otak
berkaitan dengan kecerdasan dan perkembangan artistik dan kreatif, bahasa,
musik, imajinasi, warna, pengenalan diri, sosialisasi, dan pengembangan
kepribadian. Karena itu, rangsangan ritmis dari musik yang didengarkan juga
dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, meningkatkan kreativitas, serta
meningkatkan konsentrasi dan daya ingat kita.
Pada dasarnya,
puisi dan musik merupakan bentuk seni yang mampu meningkatkan kemampuan
kreativitas dan berbahasa, namun berbeda cara penyampaiannya.
Jadi, jika kedua bagian seni tersebut dapat
digabungkan menjadi satu serta memadukan secara komprehensif akan menghasilkan
suatu karya yang memiliki nilai lebih. Pada pembuatan puisi yang diiringi oleh
pendekatan akustik akan lebih meningkatkan kemampuan menulis puisi
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
2012. KaryaIlmiahPengaruhMusikterhadapKesehatanJiwadanKerjaOtakManusia. https://siipe2r.wordpress.com
(diaksespada 5 April 2016).
Abidin, Rian
Dana. 2014. PeningkatanKemampuanMenulisPuisimelaluiModel
PembelajaranKonstektualdenganInspiratorGambarPeristiwa. Skripsi. UniversitasMahasaraswati
Denpasar.
Dasnah.
Mei 2012. PeningkatanKemampuanMenulisPuisiBebasmelalui
Media PembelajaranMusik Instrumental. Volume 2, Nomor 1.
Keraf, Gorys.
1986. Diksidan Gaya Bahasa. Jakarta:
PT GramediaPustakaUtama.
Siswantoro.
2002. ApresiasiPuisi-puisiSastraInggris.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Suparnodan
Muhammad Yunus. 2009. KetrampilanDasarMenulis.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar